Beranda | Artikel
Bulughul Maram - Shalat: Cara Shalat dari Hadits Abu Humaid
Senin, 15 November 2021

Hadits Abu Humaid adalah hadits pelengkap dari hadits musii’ fii shalatihi (orang yang jelek shalatnya) tentang rukun dan syarat shalat yang diterangkan sebelumnya. Coba perhatikan cara-cara shalat dalam hadits ini, insya Allah akan banyak mendapatkan faedah mengenai cara rukuk, sujud, hingga tasyahhud awal dan akhir.

Baca juga: Hadits Musii’ fii Shalatihi

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

Kitab Shalat

بَابُ صِفَةِ الصَّلاَةِ

Bab Sifat Shalat

Cara Shalat Nabi dari Hadits Abu Humaid

Hadits #269

وَعَنْ أَبي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا كَبَّرَ جَعَلَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ، وَإذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ، ثمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ، فَإذَا رَفَعَ رَأَسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ، فَإذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلاَ قَابِضِهِمَا، وَاسْتَقَبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابعِ رِجْلَيْهِ القِبْلةَ، وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ اليُسْرَى وَنَصَبَ اليُمْنَى، وَإذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الأَخِيْرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى، وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

Dari Abu Humaid As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dan beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya. Apabila rukuk, kedua tangannya menggenggam kedua lututnya, kemudian meratakan punggungnya. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau berdiri tegak hingga tulang-tulang punggungnya kembali ke tempatnya semula. Apabila beliau hendak sujud, maka beliau meletakkan kedua tangannya tanpa meletakkan lengan di lantai dan tidak mengepalkan jari-jarinya, serta menghadapkan ujung jari-jari kakinya ke arah kiblat. Apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan meluruskan (menegakkan) kaki kanan. Apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kakinya yang kiri (di bawah betis kanan) dan meluruskan (menegakkan) kaki yang kanan dan beliau duduk dengan pinggulnya.” (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari). [HR. Bukhari, no. 828 dan Abu Daud, no. 731. Hadits ini memiliki banyak jalur dan berbagai macam lafaz. Sesuai kebiasaan Al-Hafiz Ibnu Hajar, beliau hanya menyebutkan seperlunya saja sesuai kebutuhan beliau. Di dalam hadits ini tidak terdapat pembahasan rukun shalat, padahal hal itu ada dalam riwayat Abu Humaid lainnya].

 

Tentang Abu Humaid

Nama beliau adalah Abu Humaid bin Sa’ad Al-Anshari Al-Khazraji As-Sa’idi. Sa’idi disandarkan pada kata Sa’adah karena ia adalah ayah dari Khazraj. Abu Humaid masyhur dengan kunyahnya. Ada ikhtilaf dalam hal nama asli beliau. Ada yang menyebut nama beliau adalah Al-Mundzir bin Sa’ad. Ada juga yang menyebut nama asli beliau adalah ‘Abdurrahman, dan masih ada penyebutan lainnya. Sahabat nabi yang mengambil riwayat dari Abu Humaid adalah Jabir bin ‘Abdillah. Kalangan tabi’in yang mengambil riwayat dari Abu Humaid adalah ‘Urwah bin Az-Zubair dan Al-‘Abbas bin Sahl. Ia meninggal dunia pada akhir khilafah Mu’awiyah pada penghujung tahun 60 Hijriyah.

 

Faedah hadits

  1. Bertakbir adalah dengan mengucapkan “Allahu Akbar”. Takbir pertama saat mulai shalat disebut takbiratul ihram.
  2. Saat takbiratul ihram, tangan diangkat sejajar pundak. Hukum mengangkat tangan di sini adalah sunnah. Nanti akan ada penjelasan tentang cara mengangkat tangan pada hadits dari Ibnu ‘Umar dan sahabat lainnya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mengangkat tangan itu dengan tangan sejajar ujung bawah telinga. Hal ini menunjukkan bahwa jika ada yang mengangkat tangan sejajar pusat perutnya atau di atasnya sedikit, ini termasuk taqshir (kurang) dalam menerapkan sunnah.
  3. Dalam hadits ini disebutkan bertakbir dahulu lalu mengangkat tangan. Dalam riwayat lainnya dari Abu Humaid disebutkan mengangkat tangan dulu lalu bertakbir. Sedangkan dalam hadits Ibnu ‘Umar disebutkan mengangkat tangan itu berbarengan dengan bertakbir. Ketiga cara ini bisa dilakukan sesuai pilihan. Namun, yang afdal adalah bertakbir bersamaan dengan mengangkat kedua tangan, lalu takbir berakhir bersamaan dengan berakhirnya mengangkat tangan. Karena asalnya mengangkat tangan itu untuk bertakbir.
  4. Saat rukuk, lutut digenggam dan punggung diratakan.
  5. Rukuk yang sesuai sunnah adalah dengan melakukan empat hal: (a) kedua telapak tangan menggenggam lutut, (b) punggung rata, tidak lengkung, (c) kepala rata dengan punggung, kepala tidak diangkat lebih dari rata punggung atau tunduk lebih rendah dari punggung, (d) menjauhkan siku dari lambung selama tidak menyakiti lainnya.
  6. Saat iktidal, tulang punggung dan leher berdiri tegak. Faqoroh dalam hadits adalah persendian tulang punggung dan leher.
  7. Cara bangkit dari rukuk adalah mengangkat kepala dari rukuk sambil mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, sambil mengangkat kedua tangan, lalu berdiri tegak, hingga tulang-tulang punggungnya kembali ke tempatnya semula. Hal ini menunjukkan bahwa bangkit dari rukuk harus thumakninah sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam hadits musii’ fii shalatihi.
  8. Dalam hadits Abu Humaid disebutkan cara sujud adalah tanpa meletakkan lengan (dziro’) ke lantai. Dziro’ adalah tulang antara lengan atas dan telapak tangan, kita sebut dengan lengan bawah. Lalu dijelaskan pula bahwa jari tangan tidak digenggam saat sujud.
  9. Sujud yang sesuai sunnah adalah dengan melakukan dua hal: (a) meletakkan telapak tangan di lantai, lalu jari-jari dihadapkan ke kiblat, (b) tidak meletakkan lengan bawah di lantai, lalu lengan diangkat, lantas lengan atas menjauh dari lambung, perut menjauh dari paha, paha menjauh dari betis, selama tidak menyakiti yang lain, lalu jari-jari kaki menghadap kiblat.
  10. Hadits ini menunjukkan cara duduk tasyahhud awal yaitu duduk iftirosy. Duduk iftirosy adalah kaki kiri diletakkan di tanah, sedangkan kaki kanan ditegakkan.
  11. Duduk tasyahhud akhir diterangkan pula dalam hadits ini yaitu dengan duduk tawarruk. Duduk tawarruk adalah meletakkan kaki kiri di lantai, lalu kaki kiri dikeluarkan di bawah kaki kanan, sedangkan kaki kanan ditegakkan. Duduk tasyahhud akhir adalah dengan duduk dengan pinggulnya.
  12. Hadits ini menunjukkan bahwa duduk tasyahhud awal dan akhir ada perbedaan. Duduk tasyahhud awal itu lebih ringan daripada tasyahhud akhir, karena setelah tasyahhud awal masih dilanjutkan dengan berdiri. Sedangkan, tasyahhud akhir itu lebih lama diamnya.
  13. Dalam madzhab Syafii, duduk tasyahhud akhir itu tawarruk secara mutlak, yaitu berlaku pada shalat yang ada dua tasyahhud atau yang hanya ada sekali tasyahhud. Sedangkan tasyahhud awal duduknya adalah iftirosy.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:14-19.
  • Berbagai kitab fikih Syafiiyah.

Artikel asli: https://rumaysho.com/30545-bulughul-maram-shalat-cara-shalat-dari-hadits-abu-humaid.html